Oleh : Iis Suryatini
A. Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang mengandung
ajaran Allah yang luhur dan sempurna. Kesempurnaan al-Quran akan tetap terjaga
sampai kapanpun baik tulisan maupun maknanya, karena al-Quran dijaga oleh Allah
karena Allahlah menurunkannya[1]. Bagi
siapa saja yang membaca untuk dipelajari, dipahami, dihayati serta diamalkan
maka beruntunglah orang yang seperti itu, dan barang siapa yang enggan serta
jauh dari ayat-ayat al-Quran, maka merugila dia. Sebaik-baiknya orang adalah
orang yang belajar al-Quran dan mengajarkannya kepada orang lain[2].
Kemampuan memahami al-Quran merupakan kewajiban setiap
muslim, terlebih kemampuan membacanya. Hal ini terkait dengan salah satu
pelaksanaan kewajiban seorang muslim dalam melaksanakan shalat. Apabila seorang
muslim belum bisa membaca al-Quran maka kemungkinan besar membaca ayat
al-Qurannnya pun minimum dari apa yang dapat dihapal. Persoalan kemampuan baca
al-Quran merupakan masalah serius yang wajib dimiliki.
Bagi peserta didik SMP yang rata-tara telah memasuki akil
baligh sejatinya telah memamahami dasar-sadar pengetahuan tentang al-Quran
terutama kemampuan membacanya. Namun kenyataan lain, dari data pelaksanaan
ujian praktek kemampuan memmbaca al-Quran peserta didik SMP menunjukkan
lemahnya nya kemampuan mereka dalam membaca al-Quran, terlebih lagi dari hasil
analisis soal-soal ujian akhir menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan menjawab
soal-soal yang di dalamnya terdapat ayat al-Quran sangat minim hasilnya.
Pepatah bilang kemampuan peserta didik SMP dengan al-Quran ada umumnya jauh
panggangb dari api.
Keadaan ini secara prinsip menjadi keprihatinan orang
tua, guru, bangsa terutama agama. Pada secara tersurat dalam system pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah satu aturan yang mengatur pendidikan tercantun dalam
permendiknas
no. 22 tahun 2006 tentang standar isi, kemudian dikembangkan
oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Dalam lampiran peraturan ini
disebutkan kelompok mata pelajaran dengan cakupannya untuk jenis pendidikan
umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang
meliputi; (1) Agama dan Akhlak Mulia, (2) Kewarganega-raan dan
Kepribadian, (3) Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, (4) Estetika, dan (5) Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Cakupan dari
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau
moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Dalam rakteknya mata pelajaran
PAI di sekolah terdiri dari 5 hal, yaitu al-Quran, keimanan, syariah, akhlak,
sejarah. Untuk mencapai cakupan materi agama pada sekolah pada umumnya hanya
tersedia alokasi 2 jam pelajaran yang di dalamnya termasuk wilayah al-Quran.
Melihat fakta-fakta di atas, penulis
mengkalsifikasikan beberapa pokok persoalan. Pertama, bahwa kemampuan
membaca al-Quran merupakan kemampuan yang mutlak harus dimiliki oleh peserta
didik usia SMP; kedua, adanya fakta bahwa kemampuan membaca al-Quran
pada anak usia SMP secara umum rendah; ketiga secara hukum mata
pelajaran PAI merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah
pada tingkat SMP dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran pada setiap minggunya.
Rendahnya kemampuan peserta didik
dalam mempelajari al-Quran banyak sekali faktornya, di antaranya; lemahnya
motivasi belajar dalam pembelajaran al-Quran, pembelajaran yang monoton,
pemahaman yang kurang dari seorang pendidik dan kurangnya fasilitas yang
membantu dalam pembelajaran al-Quran khususnya dan PAI pada umumnya.
Persolan inilah yang mendorong
penulis menyampaikan suatu konsep pembelajaran al-Quran di sekolah berbasis
ICT, yang diangkat dalam judul ”Aplikasi pemanfatan ICT dalam pembelajaran
al-Quran” dan hadits merupakan salah satu bidang studi untuk
madrasah dan sebagai sub bidang studi pada sekolah umum. Mempunyai permasalahan
dan karakteristik yang berbeda meskipun pada level dan tingkat yang sama,
seperti antara MA dan SMA, MTs dan SMP. Perbedaan itu sangat terlihat dari
kompetensi yang ingin dicapai pada kedua lembaga yang berbeda departement itu.
Karakteristik ini pula yang membedakan antara PAI dengan mata pelajaran
lainnya. Karakteristik mata pelajaran PAI di SMP sebagai mana disebutkan dalam
Panduan silabus mata pelajaran PAI adalah sebagai berikut:
1. PAI merupakan mata
pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar) yang terdapat
dalam agama Islam, sehingga PAI merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari ajaran Islam.
2. Ditinjau dari segi
muatan pendidikannya, PAI merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu
komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran lain yang bertujuan
untuk pengembangan moral dan kepribadian peserta didik. Semua mata pelajaran
yang memiliki tujuan tersebut harus seiring dan sejalan dengan tujuan yang
ingin dicapai oleh mata pelajaran PAI.
3. Diberikannya mata
pelajaran PAI, khususnya di SMP, bertujuan untuk terbentuknya peserta didik
yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., berbudi pekerti yang luhur
(berakhlak yang mulia), dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam,
terutama sumber ajaran dan sendi-sendi Islam lainnya, sehingga dapat dijadikan
bekal untuk memelajari berbagai bidang ilmu atau mata pelajaran tanpa harus
terbawa oleh pengaruh-pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan oleh ilmu dan
mata pelajaran tersebut.
4. PAI adalah mata
pelajaran yang tidak hanya mengantarkan peserta didik dapat menguasai berbagai
kajian keislaman, tetapi PAI lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu
menguasai kajian keislaman tersebut sekaligus dapat mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, PAI tidak
hanya menekankan pada aspek kognitif saja, tetapi yang lebih penting adalah
pada aspek afektif dan psikomotornya.
5. Secara umum mata
pelajaran PAI didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada pada dua sumber
pokok ajaran Islam, yaitu al-Quran dan al-Sunnah/al-Hadits Nabi Muhammad Saw.
(dalil naqli). Dengan melalui metode Ijtihad (dalil aqli) para
ulama mengembangkan prinsip-prinsip PAI tersebut dengan lebih rinci dan
mendetail dalam bentuk fiqih dan hasil-hasil ijtihad lainnya.
6. Prinsip-prinsip dasar
PAI tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu aqidah, syariah, dan
akhlak. Aqidah merupakan penjabaran dari konsep iman; syariah merupakan
penjabaran dari konsep islam, syariah memiliki dua dimensi kajian pokok,
yaitu ibadah dan muamalah, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep ihsan.
Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian keislaman
(ilmu-ilmu agama) seperti Ilmu Kalam (Theologi Islam, Ushuluddin, Ilmu Tauhid)
yang merupakan pengembangan dari aqidah, Ilmu Fiqih yang merupakan pengembangan
dari syariah, dan Ilmu Akhlak (Etika Islam, Moralitas Islam) yang merupakan
pengembangan dari akhlak, termasuk kajian-kajian yang terkait dengan ilmu dan
teknologi serta seni dan budaya yang dapat dituangkan dalam berbagai mata
pelajaran di SMP.
7. Tujuan akhir dari mata
pelajaran PAI di SMP adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak
yang mulia (budi pekerti yang luhur). Tujuan ini yang sebenarnya merupakan misi
utama diutusnya Nabi Muhammad Saw. di dunia. Dengan demikian, pendidikan akhlak
(budi pekerti) adalah jiwa Pendidikan Agama Islam (PAI). Mencapai akhlak yang karimah
(mulia) adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Hal ini tidak berarti bahwa
pendidikan Islam tidak memerhatikan pendidikan jasmani, akal, ilmu, ataupun
segi-segi praktis lainnya, tetapi maksudnya adalah bahwa pendidikan Islam
memerhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainnya.
Peserta didik membutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, tetapi
mereka juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa,
dan kepribadian. Sejalan dengan konsep ini maka semua mata pelajaran atau
bidang studi yang diajarkan kepada peserta didik haruslah mengandung muatan
pendidikan akhlak dan setiap guru haruslah memerhatikan akhlak atau tingkah
laku peserta didiknya.
8.
PAI merupakan mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh setiap peserta
didik, terutama yang beragama Islam, atau bagi yang beragama lain yang didasari
dengan kesadaran yang tulus dalam mengikutinya. [3]
Adapun tujuan pendidikan
PAI, sebagaimana tercantum dalam Permen no 20 tentang Standar isi untuk tingkat
Dasar dan Menengah khususnya untuk tingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP) sebagai berikut [4]:
1. menumbuhkembangkan
akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan,
pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya
kepada Allah SWT;
2. mewujudkan manuasia
Indonesia yang taat beragama dan
berakhlak mulia yaitu manusia yang
berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,
berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan
sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
l-Qur’an menempatkan ilmu pengetahuan pada tempat yang tinggi, bahkan
orang yang memiliki ilmu pengetahuan ditempatkan pada derajat yang mulia.
Karena itu, Islam medorong umatnya untuk menimba ilmu pengetahuan
sebanyak-banyaknya, sejak sejak lahir sampai meninggal dunia.
Nilai ilmu dalam ajaran Islam terletak pada
Melihat konsep baik karakteristik maupun tujuan yang hendak dicapai sudah
mendsekati ideal, namun seringkali idealisme dan harapan penerapan pendidkan
dan pembelajaran keagamaan mendapat halangan yang signifikan. Hal ini terlihat
antara kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan persoalan pendidikan
keagamaan secara khusus linier dengan ketidak berhasilan out put suatu
pendidikan pada aspek ini. Banyak peserta didik tawuran, menganut pola hidup
yang hedonis-materialis, free sex secara aktif, bergaul bebas
dengan lawan tanpa memperhatikan norma-norma agama, tidak melakukan shalat
–wajib- secara berkesinambungan, penggunaan nafza dan bahan-bahan psikotrofika
dan bahan terlarang lainnya, pelacuran di kalangan peserta didik, dan melakukan
praktek-praktek yang bertentangan dengan norma-norma agama. Disamping secara
kognitif tidak sedikit peserta didik yang tidak dekat dengan kitab suci
al-Qur’an, baik membaca apalagi sampai meamahi arti dan tafsir al-Qur’an.
Pada sisi lain para pelaku pendidikan Islam tidak dapat berbuat
banyakmenghadapi persolan ini apalagi poersoalan jumlah jam sering kali menjadi
kambing hitam atas ketidakberhasilan pendidikan agama di negeri yang mayoritas
beragama Islam ini. Akan tetapi, persoalan ini tidak dapat dibiarkan mengalir
begitu saja sampai akhirnya jatuh untuk ke sekian kali, yaitu diperlukan suatu
pemikiran bagaimana ketersediaan tatap muka hanya satu kali atau yang dua jam
dapat digunakan semaksimal mungkin, maka disilah diperlukan strategi.
B.
Aplikasi Metode Amtsal dalam Pembelajaran Al-Qur’an di Sekolah Umum
Belajar merupakan suatu proses terjadinya perubahan tingkahlaku melalui
sebuah pengalaman. Salah satu faktor yang kuat mempengaruhi hasil belajar
adalah strategi dan pendekatan. Dari berbagai faktor yang ikut menentukan dan memberikan
andil dalam proses pembelajaran maka dasar dijadikan pertimbangan dalam
melakukan proses pembelajaran oleh seorang guru. Karena demikian kompleknya
faktor yang dihadapi oleh seorang guru maka seorang guru dituntut untuk
memiliki kompetensi profesional sebagai seorang guru. Menurut Wina Sanjaya [5]
kemampuan yang harus di miliki itu menyangkut strategi belajar, kemampuan
menentukan strategi pembelajaran, kemampuan memilih metode, kemampuan
menggunakan pendekatan, dan kemampuan menggunakan teknik dan taktik mengajar.
Dengan kata
lain DR. Wina [6]
menyebutkan sebagai berikut
“bahwa suatu strategi pembelajaran yang diterapkan guru akan tergantung
pada pendekatan yang digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu
dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode
pembelajaran guru dapat menentukan teknik yang dianggapnya relevan dengan
metode, dan penggunaan teknik itu setiap guru memiliki taktik yang mungkin
berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.
C.
Langkah Pelaksanaan Metode Amtsal
Dalam Mata Pelajaran Al-Qur’an
1.
Guru
mengungkapka pokok bahasan yang akan hendak disajikan
2.
Guru
memberikan pretest lisan secara spontan untuk mengukur sejauh mana tingkat penguasaan peserta didik terhadap
materi yang akan diajarkannya, dan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang masih
perlu mendapatkan titik perhatian yang lebih besar lagi
3.
Guru
mengangkat ayat-ayat tamtsil yang relevan dengan pokok bahasan
4.
Guru
meneangkan konsep infaq di jalan Allah dengan media gambaran suatu biji ditanam
yang ditanam dengan baik dan benar serta hasil yang akan diperolehnya, lalu
menerangkan pula gambaran suatu biji yang ditanam dengan cara yang kurang atau
tidak baik serta hasil yang diperolehnya. Dengan perumpamaan ini secara teoriis
akan mudah ditangkap oleh peserta didik sehingga mereka dengan mudah mampu
membedakan antara infaq fi sabilillah
dengan yang lainnya. Dari pemahaman ini akan muncul semangat para peserta didik
untuk berinfak karena mereka telah melihat gambaran keuntungan yang akan
diterima akibat cara menanam suatu biji dengan cara yang benar, dan dengan
melihat gambaran kerugian yang akan diderita akibat menanam suatu biji dengan
cara yang salah.
5.
Pada
waktu pembelajaran berlangsung, guru dianjurkan untuk mengembangkan pokok
bahasan dengan cara memberikan tamtsil yang sesuai dengan dunia dan usia peserta
didik.
Q.S. Luqman Ayat 12-13
Dan
Konsep Pembelajaran
Al-Qur’an dan Hadits
D.
Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk Allah yang mulia. Kemuliaan itu diberikan
Allah sejak manusia diciptakan. Beberapa aspek yang membuat manusia menjadi
mulia, aspek itu di antaranya aspek material yang kondisinya lebih sempurna
dibanding dengan makhluk lainnya. Firman Allah :
لَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنسَانَ فيِ أَحْسَنِ
تَقْوِيمٍ
Artinya : Sesungguhnya
manusia kami ciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya.( Q.s. al-Tiin [95]
: 4) [7]
Aspek lainnya
yang disediakan Allah adalah potensi diri manusia, yang meliputi : al-sam’,
al-abshar dan al-af’idat[8].
Potensi ini merupakan fitrah seorang
manusia, sehingga dengan potensi ini manusia mampu menangkap informasi dan
mengolahnya yang menjadikan manusia menjadi makhluk yang berbudaya, berpikir.
Dengan alasan inilah kemudian manusia menjadi mulia yang diberikan tugas abdi
Allah dan khalifah di muka bumi sebagaimana telah disebutkan dalam Q.s
al-Dzariat [51] ayat 56 dan Q.s. al-Baqarah [2] : 30.
Para pakar
pendidikan menyebutkan manusia merupakan makhluk yang dapat didik, dengan
pendidikan ini manusia dapat berubah sehingga mampu mengembangkan diri dalam
rangka mendekatkan diri kepada sang khalik dan manusia mampu memakmurkan serta
meramaikan dunia ini. Inilah salah satu dampak yang dibawa oleh pendidikan,
yaitu perubahan.
Al-Qur’an dan
hadits merupakan sumber inspirasi pendidikan dalam segala aspeknya, yang
meliputi tujuan pendidikan, bahan ajar, pendekatan, metode, bahkan sampai model pendidikan. Atau dengan
kata lain al-Qur’an telah memberikan landasan filosofis bagi peyelenggaraan
pendidikan sampai dalam tataran praktis tidak luput menjadi kajian yang menarik
untuk dikembangkan. Landasan filosofis dan pragmatis itu kemudian diterjamahkan
dalam pribadi Rasulullah yang sempurna. Oleh karena manusia –umat Islam– wajib
menjadikannya sebagai uswatun hasanah dalam kehidupannya, terlebih di
dalam penyelenggaraan pendidikan baik dalam ruang lingkup pribadi, keluarga,
masyarakat bahkan sampai ke tingkat negara.
Salah satu dari sekian banyak ayat-ayat al-Qur’an yang mengangkat
masalah pendidikan adalah kisah Luqman dengan anaknya.
E.
Qur’an Surat Luqman Ayat 12-13
1.
Teks dan terjemah ayat
وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ
أَنِ اشْكُرْ للهِِ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ
لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ {}
وَإِذْقَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ {}
Artinya :
12
Dan sesungguhnya telah kami berikan
hikmat kepada Luqman, yaitu Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang
bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia telah bersykur kepada dirinya
sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur , maka sesungguhnya Allah maha
kaya lagi maha terpuji.
13
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar. [9]
2.
Makna ayat
Dalam ayat di
atas Allah mengangkat seorang hambanya yang bernama Luqman. Banyak beberapa
riwayat yang menceritakan pribadi Luqman. Ibnu Katsir [10]
menyatakan bahwa para Ulama salaf berbeda pendapat tentang Luqman, apakah dia
seorang Nabi ataukah bukan. Luqman merupakan salah satu orang dari kulit hitam
terbaik. Ibnu Katsir meriwayatkan dari Abdur Rahman Ibnu Hirmalah, bahwa pernah
ada seorang laki-laki berkulit hitam kepada Said al-Musayyab meminta-minta
kepadanya. Maka beliau menghiburnya
لا تحزن من أجل أنك اسود فإنه كان من أخير الناس ثلاثة من
السودان بلال و مهجع مولى عمربن الخطاب و
لقمان الحكيم كان اسود نوبيا ذا مشافر[11]
Artinya “jangan
kamu bersedih hati karena kamu berkulit hitam, karena sesungguhnya ada 3 orang
kulit hitam yang terbaik berasal dari kulit hitam, yaitu Bilal, Mahja’ maula
Umar ibn al-Khaththab dan Luqmanul Hakim. Mereka yang berkulit hitam, dan
mempunya bibir tebal”
Dari berbagai
sumber tentang kondisi fisik diketahui bahwa Luqman merupakan orang yang
kulitnya hitam, perawakannya pendek, kaki lebar, bibir tebal. Status sosialnya
merupakan orang miskin, pesuruh dan
tukang kayu. Yang menarik tentang Luqman ini bukan hal itunya, melainkan beliau
orang jujur, shaleh, senantiasa bertafakur, dan paling luar biasa belaiu diberi
hikmah dari Allah [31:12]. Hikmah ialah pengetahuan tentang agama Islam.[12] Jadi
Luqman al-Hakim adalah orang yang dalam ilmu pengetahuan tentang agamanya. Dan
karena hikmah yang diberikan Allah kepadanya, kemudian Allah memerintahkannya
supaya bersyukur. Hal ini sebagaimana dalam ayat disebutkan :
أَنِ اشْكُرْ للهِِ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ
اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Bersyukurlah
kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya
ia telah bersykur kepada dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur
, maka sesungguhnya Allah maha kaya lagi maha terpuji.
Ini menunjukan
bahwa dari pola hidup yang dipenuhi dengan rasa syukur (dengan segala jenisnya
; baik ucapan maupun perbuatan dalam rangka ibadah) kepada Allah pada dasarnya
akan kembali kepada pelakunya. Dan sebaliknya orang yang mengkufuri Allah (baik
I’tiqad, amal maupun perkatannya) maka kekufuran itu (dosanya) akan dirasaknnya
juga. Karena Allah maha kaya tidak ada yang menandingi, juga maha terpuji, dan
tidak ada orang atau makhluk lainnya yang dapat mengotori sifatnya. Bahkan,
sekalipun makhluk bumi tidak mengimani-Nya, maka hak itu tidaklah bagi Allah
menjadi lemah.
Tentang hal ini
Allah berfirman :
مَن
كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلأَنفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ
Artinya : Barang siapa yang kafir maka dia
sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barang siapa yang
beramal shaleh maka untuk sendirilah mereka menyiapkan (yang menyenangkan)[13]
Ibrah bagi kehidupan ini
menunjukkan bahwa segala resiko dari perbuatan manusia adalah manusia itu
sendiri yang merasakannya, baik; maupun buruknya. Ini menunjukkan siapa yang
berbuat dilah yang bertanggung jawab. Selain itu ilmu pengetahuan yang mendalam
itu dapat dimiliki oleh siapa saja yang memiliki niat dan keinginan yang kuat
untuk menguasainya, seprti Luqman.
Dalam ayat
ke-13 Allah berfirman :
وَإِذْقَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَتُشْرِكْ
بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيم
Artinya : Dan (ingatlah)
ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.
Dalam ayat ini
Luqman berkata kepada anaknya dalam rangka memberi pengajaran, yaitu
larangangan berbuat syirik kepada Allah. Dan keharusan hanya menyembah dan
ta’at kepada pencipta alam semesta, Dialah Allah SWT. Syirik merupakan dosa
yang paling besar di antara dosa-dosa lainnya. Karena dosa dari syirik ini
tidak akan diampuni oleh Allah apabila pelakunya tidak bertaubat kepada Allah.
Lain halnya dengan dosa lainnya dapat hilang karena amal shaleh atau kifarat
dari suatu keadaan, semuanya karena idzin Allah. Tentang dosa syirik ini Allah
berfirman ;
إِنَّ اللهَ
لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ
Artinya
: Sesungguhnya allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa selain dari (dosa) itu bagi siapa yang dikehendakinya.
(Q.s.al-Nisa [4] : 48)[14]
Peristiwa
Luqman dan anaknya dalam ayat ini mengandung makna terhadap pendidikan, yaitu
secara umum ayat ini memberi gambaran dua hal, yaitu pertama bahwa
materi pertama dan paling mendasar dalam proses pendidikan dan pengajaran
haruslah masalah tauhid. Tauhid merupakan dasar ilmu yang wajib dimiliki oleh
setiap muslim. Tanpa hal ini, maka apapun keadaannya, status sosialnya,
keahliannya, semuanya menjadi-sia-sia. Artinya di dalam kurikulum pendidikan
masalah aqidah merupakan filosofi dan pandangan hidup hal yang vital .
Gambaran kedua,
Luqman telah memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan tentang suatu
pendekatan, dan metode dalam suatu pengajaran, yaitu metode dialogis-andragogis.
Dalam sisi ayat al-Qur’an memberikan suatu konsep pembelajaran bahwa
seorang anak –yang digambarkan oleh anak Luqman- merupapakan subjek matter pendidikan,
tidak menjadi objek. Ini menunjukkan bahwa peserta didik atau peserta didik
memiliki kewenangan diri untuk ikut menentukan keberhasilan suatu pendidikan.
Guru tidak menjadi seorang sumber pengetahuan yang ditakuti, disegani, pembuat
kebijakan secara otoriter di sekolah atau dalam kelas, dengan kata lain tidak
menggunakan pendekatan guru sebagai pusat
(teacher-centre approaches), melainkan peserta didik ikut
terlibat di dalam mensukseskan pembelajaran, dan peserta didik sendiri yang
ikut terlebit bahkan pembelajaran dipusatkan kepada peserta didik itu sendiri
atau kita sebut dengan student-centre approaches. Dalam posisi ini guru
sebagai fasalitator dan mediator pendidikan.
Ayat lain yang
mengandung adanya dialogis antara antara seorang ayah dan anaknya, seperti
tercantum dalam Q.s. al-Shaffat [37] : 102 sebagai berikut :
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya : Maka tatkala anak itu sampai
(pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai
anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar". [15]
Secara
efistemologis ayat di atas menjadi dasar pengembangan strategi dan pendekatan
pembelajaran ke arah yang lebih pragmatis yang tepat guna dan tepat sasaran. Wallahu
a’lam.
Untuk mencapai
tujuan yang maksimal dalam pembelajaran sejarah, maka perlu memperhatikan
langkah-langkah dalam menggunakan SPI dalam pembelajaran Al-Qur’an Dan Hadits
Dr. Wina Sanjaya menyebutkan langkah‑langkah
SPI ada 6 yaitu:
1. Orientasi
2. Merumuskan
masalah
3. Mengajukan
hipotesis
4. Mengumpulkan
data
5. Menguji
hipotesis
6. Merumuskan
kesimpulan
Setiap langkah dalam proses
pembelajarannya dijelaskan di bawah ini
1.
Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengondisikan agar peserta
didik siap melaksanakan. proses pembelajaran. pada langkah orientasi dalam SPI,
guru merangsang dan mengajak peserta didik untuk berpikir memecahkan masalah.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapam orientasi ini adalah: menjelaskan
topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta
didik ; menjelaskan. pokok‑pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta
didik untuk mencapai tujuan.
2.
Merumuskan
Masalah
Merumuskan masalah merupakan. langkah membawa peserta didik pada suatu
persoalan yang mengandung teka‑teki atau beberapa pertanyaan sederhana sehingga
peserta didik mencari jawaban sendiri. Proses mencari jawaban itulah yang
sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut peserta
didik akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya
mengembangkan mental melalui proses berpikir.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah, di
antaranya:
a.
Masalah
hendaknya dirumuskan sendiri oleh peserta didik.
b. Masalah yang
dikaji adalah masalah yang mengandung jawabannya pasti. Artinya, guru perlu
mendorong agar peserta didik dapat merumuskan masalah yang menurut guru jawaban
sebenarnya sudah ada, tinggal peserta didik mencari dan mendapatkan jawabannya
secara pasti.
c. Konsep‑konsep
dalam masalah adalah konsep‑konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh peserta
didik. Artinya, konsep atau topik yang
dibahas paling tidak telah diketahui oleh peserta didik jangan harapkan peserta
didik dapat melakukan tahapan inkuiri selanjutnya jika manakala sisa belum
paham konsep‑konsep yang terkandung dalam rumusan masalah. Oleh karena itu
dalam pembelajran al-Qur’an dan hadits di perlukan pengetahuan prasyarat.
3.
Merumuskan
Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara, dari suatu permasalahan yang sedang
dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Dalam
pembelajaran al-Qur’an dan hadits. Karena fakta-fakta itu apa yan ada dalam tek
bacaan, maka hipotesis peserta didik itu berupa tebak-tebakan atas malasah
(pertanyaan) yang diajukan guru.
4.
Mengumpulkan
Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran al-Qur’an dan hadits
mengumpulkan data berarti peserta didik mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan
yang dipandu oleh guru. Tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah
mengajukan pertanyaanpertanyaan yang dapat mendorong peserta didik untuk
berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
5.
Menguji
Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
6.
Merumuskan
Kesimpulan
Merumuskan
kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan
hasil pengujian hipotesis. Pada tahan kesimpulan ini tugas guru memberi makna, mauizah,
ibrah dari peristiwa yang terjadi. Maksudnya agar peristiwa yang telah
terjadi memberikan pelajaran yang positif.
Lampiran :
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sub bidang studi Qur’an dan hadits
untuk SMP.
Kelas
Kelas/
Smt
|
Standar Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
VII, Semester I
|
Al-Qur’an
1.
Menerapkan Hukum bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah
|
1.1
Menjelaskan hukum bacaan bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah
1.2
Membedakan hukum bacaan bacaan
”Al” Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah
1.3
Menerapkan bacaan bacaan ”Al”
Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah dalam
bacaan surat-surat Al-Qur’an dengan benar
|
VII, Semester 2
|
Al-Qur’an
2.
Menerapkan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati
|
2.1
Menjelaskan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati
2.2
Membedakan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati
2.3
Menerapkan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati dalam bacaan
surat-surat Al-Qur’an dengan benar.
|
VIII,
Semester I
|
Al-Qur’an
1.
Menerapkan hukum bacaan Qalqalah dan Ra
|
1.1
Menjelaskan hukum bacaan Qalqalah dan Ra
1.2
Menerapkan hukum bacaan Qalqalah dan Ra
dalam bacaan surat-surat Al-Qur’an dengan benar.
|
VIII, Semester 2
|
Al-Qur’an
9.
Menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf
|
9.1
Menjelaskan hukum bacaan mad dan waqaf
9.2
Menunjukkan contoh hukum bacaan mad dan waqaf dalam bacaan surat-surat
Al-Qur’an
9.3
Mempraktikkan bacaan mad dan waqaf dalam bacaan surat-surat Al-Qur’an
|
IX Semester I
|
Al-Qur’an dan Al-Hadits
1.
Memahami Ajaran Al Qur’an surat At-Tin
|
1.1
Membaca QS
At-Tin dengan tartil
1.2
Menyebutkan arti QS At-Tin
1.3
Menjelaskan makna QS At-Tin
|
2.
Memahami Ajaran Al – Hadits
tentang menuntut ilmu
|
2.1
Membaca hadits tentang menuntut ilmu
2.2
Menyebutkan arti Hadits tentang
menuntut ilmu
2.3
Menjelaskan makna menuntut ilmu seperti dalam Al-Hadits
|
|
Semester 2
|
Al-Qur’an dan Al Hadits
8. Memahami Al-Qur’an surat Al-Insyirah
|
8.1 Menampilkan bacaan QS
Al-Insyirah dengan tartil dan benar
8.2 Menyebutkan arti QS
Al-Insyirah
8.3 Mempraktikkan perilaku dalam
bekerja selalu berserah diri kepada Allah seperti dalam QS Al-Insyirah
|
9. Memahami Ajaran Al – Hadits tentang kebersihan
|
9.1
Membaca hadits tentang kebersihan
9.2
Menyebutkan arti hadits tentang kebersihan
9.3
Menampilkan perilaku bersih seperti dalam hadits
|
Beban belajar
kegiatan tatap muka keseluruhan untuk setiap satuan pendidikan adalah
sebagaimana tertera pada Tabel 25
Tabel 25.
Beban Belajar Kegiatan Tatap Muka Keseluruhan untuk setiap Satuan Pendidikan
Satuan Pendidikan
|
Kelas
|
Satu jam pemb. tatap muka (menit)
|
Jumlah jam pemb. Per minggu
|
Minggu Efektif per tahun ajaran
|
Waktu pembelajaran
per tahun
|
Jumlah jam per tahun (@60 menit)
|
SD/MI/ SDLB*)
|
I s.d.
|
35
|
26-28
|
34-38
|
884-1064 jam pembelajaran
(30940 – 37240
menit)
|
516-621
|
IV s.d. VI
|
35
|
32
|
34-38
|
1088-1216 jam pembelajaran
(38080 - 42560
menit
|
635-709
|
|
40
|
32
|
34-38
|
1088 - 1216 jam pembelajaran
(43520 - 48640
menit)
|
725-811
|
||
SMA/MA/ SMALB*)
|
X s.d. XII
|
45
|
38-39
|
34-38
|
1292-1482 jam pembelajaran
(58140 - 66690
menit)
|
|
SMK/MAK
|
X s.d XII
|
45
|
36
|
38
|
1368 jam pelajaran
(61560 menit)
|
1026
(standar minimum)
|
[1] QS. 15 : 9
[3] Depdiknas, Panduan Silabus Mata pelajaran PAI¸ Jakarta tahun 2006
[5] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran. Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Jakarta ,
Kencana, tahun 2007 hlm 121-125
[6] ibid, hlm. 126
[7] Khadhim al-Haramain, Al-Qur’an dan terjemah, Komplek
percetakan Raja Fahd, tt
[8] Lihat al-Qur’an surat
al-Nahl [16] : 78
[9] Khadhim al-Haramain, Al-Qur’an dan terjemah, Komplek
percetakan Raja Fahd, tt, hlm. 654-655.
[10] Ibnu Katsir, Tafsir a-Qur’an al-‘Adhim, Darul jail, Bairut
tt. Jilid 3 Hlm. 427
[11] ibid
[12] ibid, hlm 468
[14] Khadhim al-Haramain, Al-Qur’an
dan terjemah, Komplek percetakan Raja Fahd, tt, hlm. 126.
[15] Ibid, hal 725
Tidak ada komentar:
Posting Komentar