Judul

Kamis, 31 Januari 2013

APLIKASI PEMANFATAN ICT DALAM PEMBELAJARAN AL-QURAN

Oleh : Iis Suryatini
A.    Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang mengandung ajaran Allah yang luhur dan sempurna. Kesempurnaan al-Quran akan tetap terjaga sampai kapanpun baik tulisan maupun maknanya, karena al-Quran dijaga oleh Allah karena Allahlah menurunkannya[1]. Bagi siapa saja yang membaca untuk dipelajari, dipahami, dihayati serta diamalkan maka beruntunglah orang yang seperti itu, dan barang siapa yang enggan serta jauh dari ayat-ayat al-Quran, maka merugila dia. Sebaik-baiknya orang adalah orang yang belajar al-Quran dan mengajarkannya kepada orang lain[2].
Kemampuan memahami al-Quran merupakan kewajiban setiap muslim, terlebih kemampuan membacanya. Hal ini terkait dengan salah satu pelaksanaan kewajiban seorang muslim dalam melaksanakan shalat. Apabila seorang muslim belum bisa membaca al-Quran maka kemungkinan besar membaca ayat al-Qurannnya pun minimum dari apa yang dapat dihapal. Persoalan kemampuan baca al-Quran merupakan masalah serius yang wajib dimiliki.
Bagi peserta didik SMP yang rata-tara telah memasuki akil baligh sejatinya telah memamahami dasar-sadar pengetahuan tentang al-Quran terutama kemampuan membacanya. Namun kenyataan lain, dari data pelaksanaan ujian praktek kemampuan memmbaca al-Quran peserta didik SMP menunjukkan lemahnya nya kemampuan mereka dalam membaca al-Quran, terlebih lagi dari hasil analisis soal-soal ujian akhir menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan menjawab soal-soal yang di dalamnya terdapat ayat al-Quran sangat minim hasilnya. Pepatah bilang kemampuan peserta didik SMP dengan al-Quran ada umumnya jauh panggangb dari api.
Keadaan ini secara prinsip menjadi keprihatinan orang tua, guru, bangsa terutama agama. Pada secara tersurat dalam system pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah satu aturan yang mengatur pendidikan tercantun dalam permendiknas no. 22 tahun 2006 tentang standar isi, kemudian dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Dalam lampiran peraturan ini disebutkan kelompok mata pelajaran dengan cakupannya untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang meliputi; (1) Agama dan Akhlak Mulia, (2) Kewarganega-raan dan Kepribadian, (3)  Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (4) Estetika, dan (5) Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Cakupan dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Dalam rakteknya mata pelajaran PAI di sekolah terdiri dari 5 hal, yaitu al-Quran, keimanan, syariah, akhlak, sejarah. Untuk mencapai cakupan materi agama pada sekolah pada umumnya hanya tersedia alokasi 2 jam pelajaran yang di dalamnya termasuk wilayah al-Quran.
Melihat fakta-fakta di atas, penulis mengkalsifikasikan beberapa pokok persoalan. Pertama, bahwa kemampuan membaca al-Quran merupakan kemampuan yang mutlak harus dimiliki oleh peserta didik usia SMP; kedua, adanya fakta bahwa kemampuan membaca al-Quran pada anak usia SMP secara umum rendah; ketiga secara hukum mata pelajaran PAI merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah pada tingkat SMP dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran pada setiap minggunya.
Rendahnya kemampuan peserta didik dalam mempelajari al-Quran banyak sekali faktornya, di antaranya; lemahnya motivasi belajar dalam pembelajaran al-Quran, pembelajaran yang monoton, pemahaman yang kurang dari seorang pendidik dan kurangnya fasilitas yang membantu dalam pembelajaran al-Quran khususnya dan PAI pada umumnya. 
Persolan inilah yang mendorong penulis menyampaikan suatu konsep pembelajaran al-Quran di sekolah berbasis ICT, yang diangkat dalam judul ”Aplikasi pemanfatan ICT dalam pembelajaran al-Quran” dan hadits merupakan salah satu bidang studi untuk madrasah dan sebagai sub bidang studi pada sekolah umum. Mempunyai permasalahan dan karakteristik yang berbeda meskipun pada level dan tingkat yang sama, seperti antara MA dan SMA, MTs dan SMP. Perbedaan itu sangat terlihat dari kompetensi yang ingin dicapai pada kedua lembaga yang berbeda departement itu. Karakteristik ini pula yang membedakan antara PAI dengan mata pelajaran lainnya. Karakteristik mata pelajaran PAI di SMP sebagai mana disebutkan dalam Panduan silabus mata pelajaran PAI adalah sebagai berikut:
1.       PAI merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam, sehingga PAI merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam.
2.       Ditinjau dari segi muatan pendidikannya, PAI merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran lain yang bertujuan untuk pengembangan moral dan kepribadian peserta didik. Semua mata pelajaran yang memiliki tujuan tersebut harus seiring dan sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran PAI.
3.       Diberikannya mata pelajaran PAI, khususnya di SMP, bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., berbudi pekerti yang luhur (berakhlak yang mulia), dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam, terutama sumber ajaran dan sendi-sendi Islam lainnya, sehingga dapat dijadikan bekal untuk memelajari berbagai bidang ilmu atau mata pelajaran tanpa harus terbawa oleh pengaruh-pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan oleh ilmu dan mata pelajaran tersebut.
4.       PAI adalah mata pelajaran yang tidak hanya mengantarkan peserta didik dapat menguasai berbagai kajian keislaman, tetapi PAI lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu menguasai kajian keislaman tersebut sekaligus dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, PAI tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja, tetapi yang lebih penting adalah pada aspek afektif dan psikomotornya.
5.       Secara umum mata pelajaran PAI didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada pada dua sumber pokok ajaran Islam, yaitu al-Quran dan al-Sunnah/al-Hadits Nabi Muhammad Saw. (dalil naqli). Dengan melalui metode Ijtihad (dalil aqli) para ulama mengembangkan prinsip-prinsip PAI tersebut dengan lebih rinci dan mendetail dalam bentuk fiqih dan hasil-hasil ijtihad lainnya.
6.       Prinsip-prinsip dasar PAI tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu aqidah, syariah, dan akhlak. Aqidah merupakan penjabaran dari konsep iman; syariah merupakan penjabaran dari konsep islam, syariah memiliki dua dimensi kajian pokok, yaitu ibadah dan muamalah, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep ihsan. Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian keislaman (ilmu-ilmu agama) seperti Ilmu Kalam (Theologi Islam, Ushuluddin, Ilmu Tauhid) yang merupakan pengembangan dari aqidah, Ilmu Fiqih yang merupakan pengembangan dari syariah, dan Ilmu Akhlak (Etika Islam, Moralitas Islam) yang merupakan pengembangan dari akhlak, termasuk kajian-kajian yang terkait dengan ilmu dan teknologi serta seni dan budaya yang dapat dituangkan dalam berbagai mata pelajaran di SMP.
7.       Tujuan akhir dari mata pelajaran PAI di SMP adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak yang mulia (budi pekerti yang luhur). Tujuan ini yang sebenarnya merupakan misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw. di dunia. Dengan demikian, pendidikan akhlak (budi pekerti) adalah jiwa Pendidikan Agama Islam (PAI). Mencapai akhlak yang karimah (mulia) adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Hal ini tidak berarti bahwa pendidikan Islam tidak memerhatikan pendidikan jasmani, akal, ilmu, ataupun segi-segi praktis lainnya, tetapi maksudnya adalah bahwa pendidikan Islam memerhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainnya. Peserta didik membutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, tetapi mereka juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian. Sejalan dengan konsep ini maka semua mata pelajaran atau bidang studi yang diajarkan kepada peserta didik haruslah mengandung muatan pendidikan akhlak dan setiap guru haruslah memerhatikan akhlak atau tingkah laku peserta didiknya.
8.       PAI merupakan mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh setiap peserta didik, terutama yang beragama Islam, atau bagi yang beragama lain yang didasari dengan kesadaran yang tulus dalam mengikutinya. [3]

Adapun tujuan pendidikan PAI, sebagaimana tercantum dalam Permen no 20 tentang Standar isi untuk tingkat Dasar dan Menengah khususnya untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai berikut [4]:
1.       menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;
2.       mewujudkan manuasia Indonesia yang taat beragama  dan berakhlak mulia  yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.

l-Qur’an menempatkan ilmu pengetahuan pada tempat yang tinggi, bahkan orang yang memiliki ilmu pengetahuan ditempatkan pada derajat yang mulia. Karena itu, Islam medorong umatnya untuk menimba ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya, sejak sejak lahir sampai meninggal dunia.
Nilai ilmu dalam ajaran Islam terletak pada
Melihat konsep baik karakteristik maupun tujuan yang hendak dicapai sudah mendsekati ideal, namun seringkali idealisme dan harapan penerapan pendidkan dan pembelajaran keagamaan mendapat halangan yang signifikan. Hal ini terlihat antara kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan persoalan pendidikan keagamaan secara khusus linier dengan ketidak berhasilan out put suatu pendidikan pada aspek ini. Banyak peserta didik tawuran, menganut pola hidup yang hedonis-materialis, free sex secara aktif, bergaul bebas dengan lawan tanpa memperhatikan norma-norma agama, tidak melakukan shalat –wajib- secara berkesinambungan, penggunaan nafza dan bahan-bahan psikotrofika dan bahan terlarang lainnya, pelacuran di kalangan peserta didik, dan melakukan praktek-praktek yang bertentangan dengan norma-norma agama. Disamping secara kognitif tidak sedikit peserta didik yang tidak dekat dengan kitab suci al-Qur’an, baik membaca apalagi sampai meamahi arti dan tafsir al-Qur’an.
Pada sisi lain para pelaku pendidikan Islam tidak dapat berbuat banyakmenghadapi persolan ini apalagi poersoalan jumlah jam sering kali menjadi kambing hitam atas ketidakberhasilan pendidikan agama di negeri yang mayoritas beragama Islam ini. Akan tetapi, persoalan ini tidak dapat dibiarkan mengalir begitu saja sampai akhirnya jatuh untuk ke sekian kali, yaitu diperlukan suatu pemikiran bagaimana ketersediaan tatap muka hanya satu kali atau yang dua jam dapat digunakan semaksimal mungkin, maka disilah diperlukan strategi.

B.     Aplikasi Metode Amtsal dalam Pembelajaran Al-Qur’an di Sekolah Umum
Belajar merupakan suatu proses terjadinya perubahan tingkahlaku melalui sebuah pengalaman. Salah satu faktor yang kuat mempengaruhi hasil belajar adalah strategi dan pendekatan. Dari berbagai faktor yang ikut menentukan dan memberikan andil dalam proses pembelajaran maka dasar dijadikan pertimbangan dalam melakukan proses pembelajaran oleh seorang guru. Karena demikian kompleknya faktor yang dihadapi oleh seorang guru maka seorang guru dituntut untuk memiliki kompetensi profesional sebagai seorang guru. Menurut Wina Sanjaya [5] kemampuan yang harus di miliki itu menyangkut strategi belajar, kemampuan menentukan strategi pembelajaran, kemampuan memilih metode, kemampuan menggunakan pendekatan, dan kemampuan menggunakan teknik dan taktik mengajar.
Dengan kata lain DR. Wina [6] menyebutkan sebagai berikut
bahwa suatu strategi pembelajaran yang diterapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan teknik yang dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.


C.           Langkah Pelaksanaan Metode Amtsal Dalam Mata Pelajaran Al-Qur’an
1.        Guru mengungkapka pokok bahasan yang akan hendak disajikan
2.        Guru memberikan pretest lisan secara spontan untuk mengukur sejauh mana  tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang akan diajarkannya, dan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang masih perlu mendapatkan titik perhatian yang lebih besar lagi
3.        Guru mengangkat ayat-ayat tamtsil yang relevan dengan pokok bahasan
4.        Guru meneangkan konsep infaq di jalan Allah dengan media gambaran suatu biji ditanam yang ditanam dengan baik dan benar serta hasil yang akan diperolehnya, lalu menerangkan pula gambaran suatu biji yang ditanam dengan cara yang kurang atau tidak baik serta hasil yang diperolehnya. Dengan perumpamaan ini secara teoriis akan mudah ditangkap oleh peserta didik sehingga mereka dengan mudah mampu membedakan antara infaq  fi sabilillah dengan yang lainnya. Dari pemahaman ini akan muncul semangat para peserta didik untuk berinfak karena mereka telah melihat gambaran keuntungan yang akan diterima akibat cara menanam suatu biji dengan cara yang benar, dan dengan melihat gambaran kerugian yang akan diderita akibat menanam suatu biji dengan cara yang salah.
5.        Pada waktu pembelajaran berlangsung, guru dianjurkan untuk mengembangkan pokok bahasan dengan cara memberikan tamtsil yang sesuai dengan dunia dan usia peserta didik.


Q.S. Luqman Ayat 12-13

Dan

Konsep Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits

D.           Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk Allah yang mulia. Kemuliaan itu diberikan Allah sejak manusia diciptakan. Beberapa aspek yang membuat manusia menjadi mulia, aspek itu di antaranya aspek material yang kondisinya lebih sempurna dibanding dengan makhluk lainnya. Firman Allah :

لَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنسَانَ فيِ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Artinya : Sesungguhnya manusia kami ciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya.( Q.s. al-Tiin [95] : 4) [7]
Aspek lainnya yang disediakan Allah adalah potensi diri manusia, yang meliputi : al-sam’, al-abshar dan al-af’idat[8].  Potensi ini merupakan fitrah seorang manusia, sehingga dengan potensi ini manusia mampu menangkap informasi dan mengolahnya yang menjadikan manusia menjadi makhluk yang berbudaya, berpikir. Dengan alasan inilah kemudian manusia menjadi mulia yang diberikan tugas abdi Allah dan khalifah di muka bumi sebagaimana telah disebutkan dalam Q.s al-Dzariat [51] ayat 56 dan Q.s. al-Baqarah [2] : 30.
Para pakar pendidikan menyebutkan manusia merupakan makhluk yang dapat didik, dengan pendidikan ini manusia dapat berubah sehingga mampu mengembangkan diri dalam rangka mendekatkan diri kepada sang khalik dan manusia mampu memakmurkan serta meramaikan dunia ini. Inilah salah satu dampak yang dibawa oleh pendidikan, yaitu perubahan.
Al-Qur’an dan hadits merupakan sumber inspirasi pendidikan dalam segala aspeknya, yang meliputi tujuan pendidikan, bahan ajar, pendekatan, metode,  bahkan sampai model pendidikan. Atau dengan kata lain al-Qur’an telah memberikan landasan filosofis bagi peyelenggaraan pendidikan sampai dalam tataran praktis tidak luput menjadi kajian yang menarik untuk dikembangkan. Landasan filosofis dan pragmatis itu kemudian diterjamahkan dalam pribadi Rasulullah yang sempurna. Oleh karena manusia –umat Islam– wajib menjadikannya sebagai uswatun hasanah dalam kehidupannya, terlebih di dalam penyelenggaraan pendidikan baik dalam ruang lingkup pribadi, keluarga, masyarakat bahkan sampai ke tingkat negara.
Salah satu dari sekian banyak ayat-ayat al-Qur’an yang mengangkat masalah pendidikan adalah kisah Luqman dengan anaknya.

E.     Qur’an Surat Luqman Ayat 12-13
1.             Teks dan terjemah ayat
وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ للهِِ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ {} وَإِذْقَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ {}
Artinya :
12         Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia telah bersykur kepada dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur , maka sesungguhnya Allah maha kaya lagi maha terpuji.
13         Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. [9]

2.             Makna ayat
Dalam ayat di atas Allah mengangkat seorang hambanya yang bernama Luqman. Banyak beberapa riwayat yang menceritakan pribadi Luqman. Ibnu Katsir [10] menyatakan bahwa para Ulama salaf berbeda pendapat tentang Luqman, apakah dia seorang Nabi ataukah bukan. Luqman merupakan salah satu orang dari kulit hitam terbaik. Ibnu Katsir meriwayatkan dari Abdur Rahman Ibnu Hirmalah, bahwa pernah ada seorang laki-laki berkulit hitam kepada Said al-Musayyab meminta-minta kepadanya. Maka beliau menghiburnya
لا تحزن من أجل أنك اسود فإنه كان من أخير الناس ثلاثة من السودان بلال و مهجع مولى عمربن الخطاب  و لقمان الحكيم كان اسود نوبيا ذا مشافر[11]
Artinya “jangan kamu bersedih hati karena kamu berkulit hitam, karena sesungguhnya ada 3 orang kulit hitam yang terbaik berasal dari kulit hitam, yaitu Bilal, Mahja’ maula Umar ibn al-Khaththab dan Luqmanul Hakim. Mereka yang berkulit hitam, dan mempunya bibir tebal”
Dari berbagai sumber tentang kondisi fisik diketahui bahwa Luqman merupakan orang yang kulitnya hitam, perawakannya pendek, kaki lebar, bibir tebal. Status sosialnya merupakan orang miskin,  pesuruh dan tukang kayu. Yang menarik tentang Luqman ini bukan hal itunya, melainkan beliau orang jujur, shaleh, senantiasa bertafakur, dan paling luar biasa belaiu diberi hikmah dari Allah [31:12]. Hikmah ialah pengetahuan tentang agama Islam.[12] Jadi Luqman al-Hakim adalah orang yang dalam ilmu pengetahuan tentang agamanya. Dan karena hikmah yang diberikan Allah kepadanya, kemudian Allah memerintahkannya supaya bersyukur. Hal ini sebagaimana dalam ayat disebutkan :
أَنِ اشْكُرْ للهِِ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia telah bersykur kepada dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur , maka sesungguhnya Allah maha kaya lagi maha terpuji.
Ini menunjukan bahwa dari pola hidup yang dipenuhi dengan rasa syukur (dengan segala jenisnya ; baik ucapan maupun perbuatan dalam rangka ibadah) kepada Allah pada dasarnya akan kembali kepada pelakunya. Dan sebaliknya orang yang mengkufuri Allah (baik I’tiqad, amal maupun perkatannya) maka kekufuran itu (dosanya) akan dirasaknnya juga. Karena Allah maha kaya tidak ada yang menandingi, juga maha terpuji, dan tidak ada orang atau makhluk lainnya yang dapat mengotori sifatnya. Bahkan, sekalipun makhluk bumi tidak mengimani-Nya, maka hak itu tidaklah bagi Allah menjadi lemah.
Tentang hal ini Allah berfirman :

مَن كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلأَنفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ

Artinya : Barang siapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barang siapa yang beramal shaleh maka untuk sendirilah mereka menyiapkan (yang menyenangkan)[13]
Ibrah bagi kehidupan ini menunjukkan bahwa segala resiko dari perbuatan manusia adalah manusia itu sendiri yang merasakannya, baik; maupun buruknya. Ini menunjukkan siapa yang berbuat dilah yang bertanggung jawab. Selain itu ilmu pengetahuan yang mendalam itu dapat dimiliki oleh siapa saja yang memiliki niat dan keinginan yang kuat untuk menguasainya, seprti Luqman.
Dalam ayat ke-13 Allah berfirman :
وَإِذْقَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيم
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.
Dalam ayat ini Luqman berkata kepada anaknya dalam rangka memberi pengajaran, yaitu larangangan berbuat syirik kepada Allah. Dan keharusan hanya menyembah dan ta’at kepada pencipta alam semesta, Dialah Allah SWT. Syirik merupakan dosa yang paling besar di antara dosa-dosa lainnya. Karena dosa dari syirik ini tidak akan diampuni oleh Allah apabila pelakunya tidak bertaubat kepada Allah. Lain halnya dengan dosa lainnya dapat hilang karena amal shaleh atau kifarat dari suatu keadaan, semuanya karena idzin Allah. Tentang dosa syirik ini Allah berfirman ;
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ
Artinya : Sesungguhnya allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (dosa) itu bagi siapa yang dikehendakinya. (Q.s.al-Nisa [4] : 48)[14]
Peristiwa Luqman dan anaknya dalam ayat ini mengandung makna terhadap pendidikan, yaitu secara umum ayat ini memberi gambaran dua hal, yaitu pertama bahwa materi pertama dan paling mendasar dalam proses pendidikan dan pengajaran haruslah masalah tauhid. Tauhid merupakan dasar ilmu yang wajib dimiliki oleh setiap muslim. Tanpa hal ini, maka apapun keadaannya, status sosialnya, keahliannya, semuanya menjadi-sia-sia. Artinya di dalam kurikulum pendidikan masalah aqidah merupakan filosofi dan pandangan hidup hal yang vital .
Gambaran kedua, Luqman telah memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan tentang suatu pendekatan, dan metode dalam suatu pengajaran, yaitu metode dialogis-andragogis. Dalam sisi ayat al-Qur’an memberikan suatu konsep pembelajaran bahwa seorang anak –yang digambarkan oleh anak Luqman- merupapakan subjek matter pendidikan, tidak menjadi objek. Ini menunjukkan bahwa peserta didik atau peserta didik memiliki kewenangan diri untuk ikut menentukan keberhasilan suatu pendidikan. Guru tidak menjadi seorang sumber pengetahuan yang ditakuti, disegani, pembuat kebijakan secara otoriter di sekolah atau dalam kelas, dengan kata lain tidak menggunakan pendekatan guru sebagai pusat  (teacher-centre approaches), melainkan peserta didik ikut terlibat di dalam mensukseskan pembelajaran, dan peserta didik sendiri yang ikut terlebit bahkan pembelajaran dipusatkan kepada peserta didik itu sendiri atau kita sebut dengan student-centre approaches. Dalam posisi ini guru sebagai fasalitator dan mediator pendidikan.
Ayat lain yang mengandung adanya dialogis antara antara seorang ayah dan anaknya, seperti tercantum dalam Q.s. al-Shaffat [37] : 102 sebagai berikut :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya : Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". [15]
Secara efistemologis ayat di atas menjadi dasar pengembangan strategi dan pendekatan pembelajaran ke arah yang lebih pragmatis yang tepat guna dan tepat sasaran. Wallahu a’lam.
Untuk mencapai tujuan yang maksimal dalam pembelajaran sejarah, maka perlu memperhatikan langkah-langkah dalam menggunakan SPI dalam pembelajaran Al-Qur’an Dan Hadits Dr. Wina Sanjaya  menyebutkan langkah‑langkah SPI ada 6 yaitu:
1.      Orientasi
2.      Merumuskan masalah
3.      Mengajukan hipotesis
4.      Mengumpulkan data
5.      Menguji hipotesis
6.      Merumuskan kesimpulan
Setiap langkah dalam proses pembelajarannya dijelaskan di bawah ini
1.             Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengon­disikan agar peserta didik siap melaksanakan. proses pembelajaran. pada langkah orientasi dalam SPI, guru merangsang dan mengajak peserta didik untuk berpikir memecahkan masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapam orientasi ini adalah: menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik ; menjelaskan. pokok‑pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan.
2.             Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan. langkah membawa peserta didik pada suatu persoalan yang mengandung teka‑teki atau beberapa pertanyaan sederhana sehingga peserta didik mencari jawaban sendiri. Proses men­cari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut peserta didik akan memperoleh peng­alaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam me­rumuskan masalah, di antaranya:
a.             Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh peserta didik.
b.        Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung jawabannya pasti. Artinya, guru perlu mendorong agar peserta didik dapat merumuskan masalah yang menurut guru jawaban sebenarnya sudah ada, tinggal peserta didik mencari dan mendapatkan jawabannya secara pasti.
c.        Konsep‑konsep dalam masalah adalah konsep‑konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh peserta didik. Artinya, konsep  atau topik yang dibahas paling tidak telah diketahui oleh peserta didik jangan harapkan peserta didik dapat melakukan tahapan inkuiri se­lanjutnya jika manakala sisa belum paham konsep‑konsep yang ter­kandung dalam rumusan masalah. Oleh karena itu dalam pembelajran al-Qur’an dan hadits di perlukan pengetahuan prasyarat.
3.             Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara, dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Dalam pembelajaran al-Qur’an dan hadits. Karena fakta-fakta itu apa yan ada dalam tek bacaan, maka hipotesis peserta didik itu berupa tebak-tebakan atas malasah (pertanyaan) yang diajukan guru.
4.             Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran al-Qur’an dan hadits mengumpulkan data berarti peserta didik mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan yang dipandu oleh guru. Tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan­pertanyaan yang dapat mendorong peserta didik untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
5.             Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
6.             Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temu­an yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Pada tahan kesimpulan ini tugas guru memberi makna, mauizah, ibrah dari peristiwa yang terjadi. Maksudnya agar peristiwa yang telah terjadi memberikan pelajaran yang positif.


Lampiran :
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sub bidang studi Qur’an dan hadits untuk SMP.

Kelas

Kelas/
Smt
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
VII, Semester I
Al-Qur’an
1.      Menerapkan Hukum bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah



1.1  Menjelaskan hukum bacaan bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah
1.2   Membedakan  hukum bacaan bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah
1.3    Menerapkan bacaan bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah  dalam bacaan surat-surat Al-Qur’an dengan benar
VII, Semester 2
Al-Qur’an
2.      Menerapkan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati


2.1   Menjelaskan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati
2.2   Membedakan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati
2.3   Menerapkan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati dalam bacaan surat-surat Al-Qur’an dengan benar.
VIII, Semester I
Al-Qur’an
1.         Menerapkan hukum bacaan Qalqalah dan Ra



1.1      Menjelaskan hukum bacaan Qalqalah dan Ra
1.2     Menerapkan hukum bacaan Qalqalah dan Ra  dalam bacaan surat-surat Al-Qur’an dengan benar.
VIII, Semester 2
Al-Qur’an
9.      Menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf


9.1  Menjelaskan hukum bacaan mad dan waqaf
9.2  Menunjukkan contoh hukum bacaan mad dan waqaf dalam bacaan surat-surat Al-Qur’an
9.3  Mempraktikkan bacaan mad dan waqaf dalam bacaan surat-surat Al-Qur’an
IX Semester I
Al-Qur’an dan Al-Hadits
1.         Memahami Ajaran Al Qur’an surat At-Tin

1.1      Membaca QS At-Tin dengan tartil
1.2     Menyebutkan arti QS At-Tin
1.3     Menjelaskan makna QS At-Tin

2.         Memahami Ajaran   Al – Hadits tentang menuntut ilmu


2.1     Membaca hadits tentang menuntut ilmu
2.2      Menyebutkan arti Hadits tentang menuntut ilmu
2.3     Menjelaskan makna menuntut ilmu seperti dalam Al-Hadits
Semester 2
Al-Qur’an dan Al Hadits
8.     Memahami Al-Qur’an surat Al-Insyirah



8.1  Menampilkan bacaan QS Al-Insyirah dengan tartil dan benar
8.2  Menyebutkan arti QS Al-Insyirah
8.3  Mempraktikkan perilaku dalam bekerja selalu berserah diri kepada Allah seperti dalam QS Al-Insyirah 
9.    Memahami Ajaran   Al – Hadits tentang kebersihan


9.1  Membaca hadits tentang kebersihan
9.2  Menyebutkan arti hadits tentang kebersihan
9.3  Menampilkan perilaku bersih seperti dalam hadits


Beban belajar kegiatan tatap muka keseluruhan untuk setiap satuan pendidikan adalah sebagaimana tertera pada Tabel 25
Tabel 25. Beban Belajar Kegiatan Tatap Muka Keseluruhan untuk setiap Satuan Pendidikan
Satuan Pendidikan
Kelas
Satu jam pemb. tatap muka (menit)
Jumlah jam pemb. Per minggu
Minggu Efektif per tahun ajaran
Waktu pembelajaran per tahun
Jumlah jam per tahun (@60 menit)
SD/MI/ SDLB*)
I s.d. III
35

26-28
34-38
884-1064 jam pembelajaran
(30940 – 37240
menit)

516-621
IV s.d. VI

35

32
34-38
1088-1216 jam pembelajaran
(38080 - 42560
menit


635-709
SMP/MTs/ SMPLB*)
VII s.d. IX
40
32
34-38
1088 - 1216 jam pembelajaran
(43520 - 48640
 menit)
725-811
SMA/MA/ SMALB*)
X s.d. XII
45
38-39
34-38
1292-1482 jam pembelajaran
(58140 - 66690
menit)
969-1111,5
SMK/MAK
X s.d XII
45
36
38
1368 jam pelajaran
(61560 menit)
1026
(standar minimum)





[1]  QS. 15 : 9
[2] خيركم من تعلم القرآن وعلمه
[3] Depdiknas, Panduan Silabus Mata pelajaran PAI¸ Jakarta tahun 2006
[4] Depdiknas, Lampiran Permen  no 22 tahun 2006
[5] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran. Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta, Kencana, tahun 2007 hlm 121-125
[6] ibid, hlm. 126
            [7] Khadhim al-Haramain, Al-Qur’an dan terjemah, Komplek percetakan Raja Fahd, tt
            [8] Lihat al-Qur’an surat al-Nahl [16] : 78
            [9] Khadhim al-Haramain, Al-Qur’an dan terjemah, Komplek percetakan Raja Fahd, tt, hlm. 654-655.
           [10] Ibnu Katsir, Tafsir a-Qur’an al-‘Adhim, Darul jail, Bairut tt. Jilid 3 Hlm. 427
           [11] ibid
           [12] ibid, hlm 468

           [14]  Khadhim al-Haramain, Al-Qur’an dan terjemah, Komplek percetakan Raja Fahd, tt, hlm. 126.

[15] Ibid, hal 725

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers