RANGKUMAN SPM PAUD
BERDASARKAN Permendikbudristek RI Nomor 32 tahun 2022
Tentang STANDAR TEKNIS PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN
Dirangkum oleh: Iis Suryatini
1.
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
2.
Penerima Pelayanan
Dasar SPM Pendidikan pada Pendidikan Anak
Usia Dini merupakan Peserta Didik yang berusia 5 (lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
3.
Partisipasi dan pemerataan Peserta
Didik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c pada
Pendidikan Anak Usia Dini mencakup:
a.
angka partisipasi murni;
b.
angka partisipasi sekolah; dan
c.
perbandingan angka partisipasi sekolah
kuintil terendah dengan kuintil tertinggi.
4.
Kualitas
dan pemerataan layanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf d pada Pendidikan Anak Usia Dini
menggunakan indikator proporsi
jumlah satuan Pendidikan Anak Usia Dini yang
mendapatkan akreditasi B.
5.
Pemenuhan partisipasi dan pemerataan Peserta
Didik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf c pada satuan Pendidikan Anak Usia Dini
dilaksanakan dengan kegiatan:
a.
pendataan
warga masyarakat yang berusia 5 (lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun yang tidak bersekolah; dan
b.
sosialisasi mengenai
pentingnya Pendidikan Anak Usia
Dini kepada masyarakat paling sedikit 2 (dua)
kali dalam 1 (satu) tahun.
6.
Selain kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemenuhan partisipasi dan pemerataan Peserta
Didik dilaksanakan dengan kegiatan:
a.
pemberian
bantuan biaya pendidikan kepada Peserta Didik dari keluarga tidak mampu;
b.
peningkatan jumlah
desa yang memiliki
layanan Pendidikan Anak Usia Dini paling sedikit
1 (satu) satuan Pendidikan Anak Usia Dini di setiap desa;
c.
penyediaan layanan
pendidikan di wilayah
yang kekurangan daya tampung; dan/atau
d.
penyediaan layanan
pendidikan di wilayah
yang ditetapkan sebagai
daerah terdepan, terluar,
dan tertinggal.
7.
Pemenuhan kualitas
dan pemerataan layanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d pada satuan Pendidikan Anak Usia Dini
dilaksanakan dengan kegiatan:
a.
sosialisasi kepada
satuan pendidikan mengenai
kualitas layanan Pendidikan Anak Usia Dini, yang dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun pelajaran;
dan
b.
fasilitasi pertemuan guru dalam wadah
berbasis komunitas untuk
meningkatkan kualitas layanan
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
8.
Selain kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemenuhan kualitas
dan pemerataan layanan
dilaksanakan dengan kegiatan:
a.
pemberian layanan
pendampingan bagi satuan
Pendidikan Anak Usia Dini untuk
peningkatan kualitas layanan;
b.
pemeriksaan kondisi
sarana dan prasarana
satuan pendidikan secara
periodik paling sedikit
1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; dan/atau
c.
pemeliharaan
dan/atau perbaikan terhadap kondisi sarana dan prasarana satuan pendidikan yang rusak.
9.
Standar jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b pada Pendidikan
Anak Usia Dini terdiri atas:
a.
jenis pendidik
dan tenaga kependidikan;
b.
kualitas pendidik
dan tenaga kependidikan; dan
c.
jumlah pendidik
dan tenaga kependidikan.
10. Jenis pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan guru Pendidikan Anak Usia Dini.
11. Jenis tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. kepala satuan Pendidikan Anak Usia Dini; dan
b. pengawas sekolah atau penilik.
12.
Kualitas guru Pendidikan Anak Usia Dini sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.
memiliki kualifikasi akademik paling rendah Diploma empat
(D-IV) atau Sarjana (S1) bidang:
1)
Pendidikan Anak Usia Dini;
2)
bimbingan konseling; atau
3)
psikologi.
b.
memiliki sertifikat pendidik untuk Pendidikan Anak Usia Dini.
13.
Kualitas tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagai berikut:
a.
kepala satuan
Pendidikan Anak Usia Dini harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)
berasal dari guru;
2)
memiliki sertifikat pendidik;
3)
memiliki pengalaman manajerial paling sedikit
2 (dua) tahun; dan
4)
memiliki surat
tanda tamat pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah
atau sertifikat guru penggerak.
b.
pengawas sekolah
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) memiliki kualifikasi akademik
paling rendah Diploma
empat (D-IV) atau Sarjana (S1) kependidikan dari perguruan tinggi terakreditasi;
2)
berasal dari guru;
3) memiliki sertifikat pendidik; dan
4)
memiliki surat tanda
tamat pendidikan dan pelatihan
calon pengawas sekolah atau sertifikat guru penggerak.
c. penilik memiliki kualifikasi akademik paling rendah Diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S1).
14. Jumlah pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diukur dengan kecukupan
jumlah guru ASN terhadap jumlah rombongan belajar
pada satuan Pendidikan Anak Usia Dini yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
15. Jumlah pengawas sekolah
atau penilik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diukur dengan rasio pengawas sekolah
dan penilik terhadap
jumlah satuan Pendidikan Anak Usia Dini.
16. Dalam hal guru Pendidikan Anak Usia Dini, guru kelas,
dan guru mata pelajaran pada provinsi/kabupaten/kota belum memiliki sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (4) huruf b, Pasal 23 ayat (4) huruf b, Pasal 24 ayat (4) huruf b, Pasal 26 ayat (4) huruf b, Pasal 27 ayat (4) huruf b, dan Pasal 28 ayat (4) huruf b, Pemerintah Daerah
harus menyampaikan surat
keterangan yang menyatakan masih terdapat pendidik
yang belum memiliki sertifikat pendidik.
17. Pemenuhan kualitas pendidik
dan tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Anak Usia Dini, sekolah dasar,
sekolah menengah pertama,
satuan Pendidikan Kesetaraan, sekolah menengah atas, sekolah menengah
kejuruan, dan satuan Pendidikan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan ayat
(5), Pasal 23 ayat (4) dan ayat (5),
Pasal 24 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 25 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 26 ayat (4) dan (5), Pasal 27 ayat
(4) dan ayat (5), dan Pasal 28 ayat (4) dan ayat (5) dilaksanakan dengan kegiatan:
a. peningkatan kualifikasi dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memenuhi
kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan
b. pemberian beasiswa atau bantuan biaya pendidikan dalam peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidik
dan tenaga kependidikan; dan/atau
c. fasilitasi kepala sekolah
atau guru yang belum memiliki sertifikat guru penggerak untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan guru penggerak.
18. Pemenuhan jumlah pendidik
dan tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Anak Usia Dini, sekolah dasar,
sekolah menengah pertama,
satuan Pendidikan Kesetaraan, sekolah menengah atas, sekolah menengah
kejuruan, dan satuan Pendidikan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6) dan ayat
(7), Pasal 23 ayat (6) dan ayat (7),
Pasal 24 ayat (6) dan ayat (7), Pasal 25 ayat (6) dan ayat (7), Pasal 26 ayat (6) dan ayat (7),
Pasal 27 ayat (7) dan ayat (8), dan Pasal 28 ayat (6) dan ayat (7) dilaksanakan dengan kegiatan:
a.
pemetaan dan penataan penempatan untuk pemerataan pendidik
dan tenaga kependidikan;
b.
redistribusi
guru ASN berdasarkan perhitungan dari Kementerian;
c.
pengajuan formasi
guru ASN sesuai dengan hasil perhitungan kekurangan
guru oleh Kementerian;
d.
penyediaan guru pembimbing khusus
paling sedikit 1 (satu)
orang pada satuan pendidikan yang memiliki Peserta Didik penyandang disabilitas;
e. penempatan lulusan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/lulusan pendidikan guru
penggerak sebagai kepala sekolah;
f. penempatan lulusan pendidikan dan pelatihan calon pengawas
sekolah/lulusan pendidikan guru penggerak sebagai pengawas sekolah pengangkatan
guru ASN yang lulus seleksi ASN; dan
g. pemetaan kecukupan jumlah pengawas sekolah
19. Capaian pemenuhan SPM Pendidikan untuk partisipasi dan pemerataan Peserta Didik pada Pendidikan
Anak Usia Dini diukur melalui perhitungan:
a.
angka partisipasi murni;
b.
angka partisipasi sekolah; dan
c. perbandingan angka partisipasi sekolah anak usia 5 (lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun
kuintil terendah dengan angka
partisipasi sekolah anak usia 5
(lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun kuintil tertinggi.
20. Penghitungan angka partisipasi murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
dengan cara menghitung:
a.
jumlah anak
usia 5 (lima) sampai dengan 6 (enam) tahun pada kabupaten/kota yang bersangkutan;
b.
jumlah
Peserta Didik usia 5 (lima) sampai dengan 6 (enam) tahun pada Pendidikan Anak Usia Dini; dan
c.
persentase
angka partisipasi murni dengan membagi jumlah
Peserta Didik usia 5 (lima) sampai dengan 6 (enam)
tahun sebagaimana dimaksud dalam huruf b dengan
jumlah anak usia 5 (lima) sampai dengan 6 (enam)
tahun sebagaimana dimaksud dalam huruf a dikalikan 100 (seratus).
21. Penghitungan angka partisipasi sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
dengan cara menghitung:
a.
jumlah anak
usia 5 (lima) sampai dengan 6 (enam) tahun pada kabupaten/kota yang bersangkutan;
b.
jumlah anak
usia 5 (lima) sampai dengan 6 (enam) tahun yang berada pada satuan pendidikan; dan
c. persentase angka partisipasi sekolah dengan membagi jumlah anak sebagaimana dimaksud
dalam huruf b dengan jumlah anak
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dikalikan
100 (seratus).
22. Penghitungan perbandingan angka partisipasi sekolah
anak usia 5 (lima) sampai dengan 6 (enam) tahun kuintil terendah dengan angka partisipasi sekolah
anak usia 5 (lima) sampai dengan 6 (enam) tahun kuintil
tertinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara menghitung:
a.
proporsi
anak usia 5 (lima) sampai dengan 6 (enam) tahun yang bersekolah dari kuintil terendah
pada kabupaten/kota yang bersangkutan;
b.
proporsi
anak usia 5 (lima) sampai dengan 6 (enam) tahun yang bersekolah dari kuintil tertinggi
pada kabupaten/kota yang bersangkutan; dan
c. perbandingan angka partisipasi sekolah dengan membagi
proporsi sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dengan proporsi
sebagaimana dimaksud dalam huruf b
23.
Dalam hal Peserta Didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini pada kabupaten/kota lain, Peserta Didik
tersebut dihitung telah
memenuhi SPM Pendidikan.
24. Capaian pemenuhan SPM Pendidikan untuk kualitas dan pemerataan layanan pada Pendidikan Anak Usia Dini diukur
melalui perhitungan peningkatan proporsi jumlah satuan Pendidikan Anak Usia Dini yang mendapatkan paling rendah akreditasi
B.
25. Penghitungan proporsi jumlah satuan Pendidikan Anak Usia Dini yang mendapatkan
paling rendah akreditasi B sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara menghitung:
a.
jumlah satuan
Pendidikan Anak Usia Dini yang mendapatkan akreditasi paling rendah B;
b.
jumlah keseluruhan satuan Pendidikan Anak Usia Dini yang telah diakreditasi; dan
c. proporsi jumlah satuan Pendidikan Anak Usia Dini dengan membagi jumlah satuan Pendidikan Anak Usia Dini sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dengan jumlah keseluruhan satuan Pendidikan Anak Usia Dini yang telah diakreditasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dikali 100 (seratus).
26. Capaian SPM Pendidikan mengenai standar jumlah dan kualitas
pendidik dan tenaga kependidikan untuk Pendidikan Anak Usia Dini diukur melalui perhitungan:
a.
pertumbuhan jumlah pendidik yang memiliki kualifikasi akademik Diploma empat
(D-IV) atau Sarjana
(S1);
b.
rasio
pengawas sekolah dan penilik;
c.
kecukupan formasi guru ASN;
d.
proporsi lulusan
program guru penggerak yang diangkat menjadi
kepala sekolah dan pengawas sekolah;
dan
e. Indeks Distribusi Guru.
27. Penghitungan pertumbuhan jumlah pendidik yang memiliki
kualifikasi akademik Diploma empat (D-IV) atau
Sarjana (S1) pada Pendidikan Anak Usia Dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
dengan cara menghitung:
a.
persentase
pendidik Pendidikan Anak Usia Dini yang memiliki
kualifikasi akademik Diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S1) pada tahun berkenaan;
b.
persentase
pendidik Pendidikan Anak Usia Dini yang memiliki
kualifikasi akademik Diploma empat (D-IV) atau
Sarjana (S1) pada 1 (satu) tahun sebelum tahun
berkenaan; dan
c. pertumbuhan jumlah pendidik dengan
mengurangkan persentase pendidik
sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dengan persentase pendidik sebagaimana dimaksud
dalam huruf b dibagi persentase pendidik sebagaimana dimaksud
dalam huruf b
28. Penghitungan rasio pengawas sekolah dan penilik pada Pendidikan Anak Usia Dini sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara menghitung:
a.
jumlah
pengawas sekolah untuk taman kanak–kanak ditambah jumlah penilik untuk Pendidikan
Anak Usia Dini nonformal;
b.
jumlah satuan
Pendidikan Anak Usia Dini; dan
c. rasio pengawas sekolah dan penilik dengan membagi jumlah pengawas sekolah dan penilik
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan jumlah satuan Pendidikan Anak Usia Dini sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
29. Penghitungan kecukupan jumlah formasi guru ASN pada Pendidikan Anak Usia Dini sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara menghitung:
a.
jumlah formasi
guru ASN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan;
b.
jumlah formasi
guru ASN yang dibutuhkan pada Pendidikan Anak Usia Dini; dan
c. kecukupan jumlah formasi
guru ASN dengan membagi jumlah formasi guru ASN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dengan jumlah formasi guru ASN yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dikalikan
100% (seratus persen).
30. . Jumlah formasi guru ASN yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf b dihitung berdasarkan jumlah rombongan belajar
dalam satuan pendidikan, beban kerja guru, dan kurikulum
yang digunakan oleh satuan pendidikan.
31. Penghitungan proporsi lulusan program guru penggerak yang diangkat menjadi
kepala sekolah dan pengawas sekolah
pada Pendidikan Anak Usia Dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan
dengan cara menghitung:
a.
jumlah lulusan
program guru penggerak
di kabupaten/kota yang diangkat menjadi
kepala sekolah dan pengawas sekolah
pada Pendidikan Anak Usia Dini;
b.
jumlah lulusan
program guru penggerak
di kabupaten/kota tersebut;
dan
c. proporsi lulusan program
sekolah penggerak yang diangkat menjadi
kepala sekolah dan pengawas dengan membagi jumlah lulusan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan jumlah lulusan program sekolah penggerak sebagaimana dimaksud dalam huruf b dikalikan 100 (seratus).
32. Penghitungan pemenuhan SPM Pendidikan mengenai
Indeks Distribusi Guru pada Pendidikan Anak Usia Dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
dilakukan dengan cara menghitung:
a.
Indeks
Distribusi Guru pada Pendidikan Anak Usia Dini pada tahun berkenaan;
b.
Indeks
Distribusi Guru pada Pendidikan Anak Usia Dini
pada 1 (satu) tahun sebelum tahun berkenaan;
dan
c. Indeks Distribusi Guru dengan mengurangkan Indeks Distribusi Guru sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dengan Indeks
Distribusi Guru sebagaimana dimaksud dalam huruf b dibagi
Indeks Distribusi Guru sebagaimana dimaksud
dalam huruf b dikalikan 100% (seratus persen).